Langsung ke konten utama

RESENSI BUKU

JUDUL BUKU        : PENGANTAR ILMU HUKUM TATA     

                                     NEGARA

PENULIS                 : PROF. DR. JIMLY ASSIDIQIE S.H. 

PENERBIT              : RAJAWALI PRES 

TEBAL BUKU        : 464 HALAMAN

Dalam membahas kajian-kajian mengenai Hukum Tata Negara, penulis buku ini bermaksud untuk menyumbangkan pemikirannya kepada para pembaca sebelum masuk ke ranah yang lebih luas dalam bahasan Hukum Tata Negara. Sebagai suatu pengantar, tentu buku ini menyajikan bahassan mengenai dasar-dasar dalam kajian Hukum Tata Negara. Sehingga dalam buku ini, diuraikan beberapa aspek yang berkenaan dengan (1) disiplin ilmu hukum tata negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan hukum kenegaraan; (ii) gagasan umum tentang konstitusi; (iii) sumber-sumber hukum tata negara; (iv) konvensi ketatanegaraan; (v) metode-metode penafsiran yang dikenal dalam hukum tata negara; (vi) berbagai aspek mengenai praktik hukum tata negara; (vii) organ dan fungsi kenegaraan negara; (viii) HAM dan masalah kewarganegaraan; (ix) partai politik dan pemilihan umum.

 

Disiplin Ilmu Hukum Tata Negara, dimana negara sebagai objek kajian dalam beberapabidang ilmu pengetahuan seperti dalam ilmu politik, ilmu negara, ilmu hukum kenegaraan, dll. Dimana Negara dijadikan sebagai pusat perhatian dalam pembahasannya. meskipun memiliki kesamaan, tentu ada yang membedakan dalam setiap bahasan cabang ilmu tersebut seperti misalnya, antara ilmu politik dan ilmu hukum tata negara, dimana dalam ilmu politik lebih mengutamakan dinamika yang terjadi dalam masyarakat daripada norma-norma  yang tertuang dalam konstitusi negara yang diutamakan dalam bahasan ilmu hukum tata negara. 

Dalam peristilahan Hukum Tata Negara, setiap negara yang mempunyai istilah berbeda-beda terhadapnya, namun maknanya yang terkandung didalamnya tetap sama baik dalam arti luas maupun sempit. Namun, banyak para ahli yang lebih menyukai istilah Verfassunglehre atau teori konstitusi. Sehingga Hukum Tata Negara identik dengan Istilah Hukum Konstitusi.

Definisi Hukum Tata Negara berbeda-beda dalam setiap pandangan para pakar. Ada beberapa definisi yang diberikan oleh para pakar, yaitu:

  • C. Van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing mewakili wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan kewenangan badan-badan yang dimaksud

Pembagian Hukum Tata Negara :

  • Hukum Tata Negara Formal dan Materiil, dimana hukum tata negara formal berisi mengenai hukum tata negara (bentuk) sedangkan hukum tata negara materiil berisi mengenai asas-asas hukum tata negara (isi)

  • Hukum Tata Negara Umum dan Positif, dimana hukum tata negara umum membahas asas-asas, dan prinsip-prinsip umum sedangkan hukum tata negara positif membahas hukum tata negara yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu.

  • Hukum Tata Negara Statis dan Dinamis, dimana hukum tata negara statis  sebagai objek kajian yang sifatnya diam yang biasa disebut hukum tata negara dalam arti sempit sedangkan hukum tata negara dinamis sebagai objek kajian ditelaah dalam keadaan bergerak yang biasanya disebut hukum tata negara dalam arti luas atau hukum administrasi negara.

Salah satu objek kajian dalam hukum tata negara ialah konstitusi, dimana konstitusi dalam catatan sejarah Ynani Kono berkaitan dengan politeia, constitutio, dan nomoi. Pada zaman Yunani Kuno ini, konstitusi masih bersifat materiil artinya belum berbentuk seperti yang ita kenal dizaman sekarang. Pengertian politeia dipadankan dengan pengertian konstitusi, sedangkan namoi adalah undang-undang biasa. Sehingga politeia mengandung makna kekuasaan yang lebih tinggi daripada namoi. Penggunaan istilah-istilah tersebut berasal dari para filosof Yunani Kuno yaitu Plato dan Aristoteles, dan Romawi Kuno yaitu Cicero. Yang kemudia setelah abad pertengahan, Islam mewarisi sistem konstitusi dalam sebuah negara yang biasa dipahami dengan piagam madinah  sebagai suatu konstitusi. Istilah konstitusi sendiri  berasal dari bahasa Latin constitutio yang berkaitan dengan jus atau ius yang artinya hukum atau prinsip. Beberapa pakar mendefinisikan konstitusi sebagai berikut:

  • Leon Duguit, hukum merupakan penjelmaan de facto dari ikatan solidaritas sosial yang nyata. Dalam bukunya “Traite de Droit Constitutionnel”, Ia memandang negara dari fungsi sosialnya (der leer van de sociale functie).

  • Ferdinand Lasalle, konstitusi dilihat sebagai sintesis antara faktor-faktor kekuatan politik yang nyata dalam masyarakat dan konstitusi dilihat sebagai satu naskah hukum yang memuat ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan negara.

  • Hermann Heller, undang-undang dasar yang tertulis dalam satu naskah yang bersifat politis, sosiologis, dan bahkan bersifat juridis, hanyalah merupakan salah satu bentuk atau sebagian saja dari pengertian konstitusi yang lebih luas, yaitu konstitusi yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam setiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat nyatanya sebagai praktik. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam konstitusi itu selalu terkandung nilai-nilai ideal sebagai das sollen yang tidak selalu identik dengan das sein atau keadaan nyatanya di lapangan. Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat bersifat luwes (flexible) atau kaku (rigid). Ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apakah suatu undang-undang dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah jika naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit, dan naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman.

Hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu keadilan (justice), kepastian (certainty atau zekerheid), dan kebergunaan (utility). Konstitusi adalah hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara.

Utrecht membedakan dua pengertian sumber hukum, yaitu sumber hukum dalam arti formal dan dalam arti materiil. Dalam arti formal ialah dari mana suatu kaedah hukum diambil, sedangkan dalam arti materiil adalah tempat dari mana norma itu berasal, baik yang berbentuk tertulis ataupun yang tidak tertulis. Sumber hukum formal dalam tata negara haruslah
mempunyai salah satu bentuk sebagai berikut:

  1. bentuk produk legislasi ataupun produk regulasi tertentu (regels)

  2. bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang mengikat antar para pihak (contract, treaty)

  3. bentuk putusan hakim tertentu (vonnis)

  4. bentuk-bentuk keputusan administratif (beschikking) tertentu dari pemegang kewenangan administrasi negara.

Pada umumnya (verfassungsrechtslehre), yang biasa diakui sebagai sumber hukum adalah:

  1. Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis

  2. Yurisprudensi peradilan

  3. Konvensi ketatanegaraan atau constitutional conventions

  4. Hukum Internasional tertentu

  5. Doktrin ilmu hukum tata negara tertentu

Sumber hukum tata negara Indonesia sebagaimana Pandangan hidup bangsa Indonesia yang terangkum dalam perumusan sila-sila Pancasila yang dijadikan falsafah hidup bernegara berdasarkan UUD 1945, peraturan dasar dan norma dasar, peraturan perundang-undangan.

Banyak perubahan yang terjadi dalam rangka pelaksanaan undang-undang dasar tanpa mengubah secara mutlak bunyi teks hukum ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan, melainkan terjadi begitu saja melalui kebiasaan dan konvensi. Konsepsi mengenai konvensi ketatanegaraan, dapat dibedakan dari kelima 

hal di bawah ini, yaitu:

  1. Praktik, penerapan, kebiasaan, atau fakta-fakta (mere practice, usage, habit or fact) yang tidak dianggap bersifat kewajiban (obligatory).

  2. Norma-norma aturan yang tidak bersifat politik (non-political rules)

Konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) merupakan aturan politik (rules of political behaviour) yang penting untuk kelancaran bekerjanya konstitusi.

 

Penafsiran dalam hukum tata negara, hukum (baik yang tertulis maupun tidak tertulis), adalah konsep yang berasal dari 

kata-kata yang dahulunya diucapkan oleh satu, dua, atau lebih banyak orang yang kemudian disusun dalam kali-

mat. Tiap-tiap perkataan itu di dalamnya mengandung beberapa atau bahkan banyak makna. Sehingga metode penafsiran sangat dibutuhkan dalam memaknai sebuah kata. Metode penafsiran yang digunakan diantaranya ialah menurut pendapat Sudikno Mertokusumo, A. Pitlo, Achmad Ali, dan Yudha Bhakti, ada sebelas macam metode penafsiran hukum, yaitu:

  1. Interpretasi Garamatikal, menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa

  2. Interpretasi Historis, yaitu penafsiran sejarah undang-undang dan sejarah hukum

  3. Interpretasi Sistematis, menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan

  4. Interpretasi Sosiologis atau Teleologis, makna undang-undang dilihat berdasarkan tujuan kemasyarakatannya, sehingga penafsiran dapat mengurangi kesenjangan antara sifat positif hukum dengan kenyataan hukum

  5. Interpretasi Komparatif, menafsirkan dengan cara membandingkan berbagai sistem hukum

  6. Interpretasi Futuristik, menafsirkan undang-undang dengan cara melihat pula RUU yang sedang dalam proses pembahasan

  7. Interpretasi Restriktif, membatasi penafsiran berdasarkan kata yang maknanya sudah tertentu 

  8. Interpretasi Ekstensif, menafsirkan dengn melebihi batas hasil penafsiran gramatikal

  9. Interpretasi Otentik, penafsiran yang hanya boleh dilakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-undang

  10. Interpretasi Interdisipliner, menggunakan logika penafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum

  11. Interpretasi Multidisipliner, menafsirkan dengan menggunakan tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum.

Hukum tata negara pada umumnya membahas persoalan-persoalan akademis yang berkaitan dengan undang-undang dasar, yang dalam praktiknya berhubungan erat dengan fungsi-fungsi legislatif di DPR atau fungsi-fungsi konstitutif di lembaga MPR. Akibatnya, dunia Hukum Tata Negara itu seolah selalu berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkutpaut dengan dinamika politik ketatanegaraan.

Montesquieu membagi kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif (the legislative function), eksekutif (the executive or administrative function), dan yudisial (the judicial function), sedangkan John Locke juga membagi kekuasaan
negara dalam 3 (tiga) fungsi, tetapi berbeda isinya. Dimana fungsi-fungsi kekuasaan negara itu meliputi: fungsi Legislatif, fungsi Eksekutif, fungsi Federatif. Yang mana fungsi-fungsi kekuasaan negara tersebut memiliki tugas dan peranannya masing-masing dalam mengurus negara.

Penandatanganan Magna Charta pada tahun 1215 oleh Raja John Lackland biasa dianggap sebagai permulaan sejarah perjuangan hak asasi manusia. John Locke berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak-hak yang diserahkan, menurutnya hanyalah hak-hak yang berkaitan dengan perjanjian negara semata, sedangkan hak-hak lainnya tetap berada pada masing-masing individu.
Dalam UUD 1945, terdapat tujuh buah pasal yang mengatur secara terbatas mengenai hak-hak asasi manusia yang dirancang pada saat rapat kecil BPUPKI.
Manusia memiliki kewajiban dan tanggung jawab atas hak yang dimilikinya, sebagai penyeimbang atas pemahaman mengenai kebebasan dan tanggung jawab. Kebebasan tidak akan mungkin dapat dilaksanakan atau diwujudkan tanpa adanya batas dalam masyarakat mana pun juga. Oleh karena itu, makin bebas kehidupan yang dinikmati oleh seseorang, makin besar pula tuntutan akan tanggung jawab, baik kepada orang lain maupun pada diri sendiri.

Dalam sistem Demokrasi, partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Ilmu Negara

RESENSI BUKU  JUDUL BUKU     : ILMU NEGARA  PENULIS              : ROMI LIBRAYANTO  PENERBIT           : PUSTAKA REFLEKSI  TEBAL BUKU     : 246 HALAMAN 14.8 x 21 CM    Sinopsis Pengantar Ilmu Negara         Buku ini memuat berbagai hal mendasar yang digunakan untuk mempelajari berbagai disipin ilmu yang berhubungan dengan Negara. Buku ini dapat digunakan sebagai pijakan awal untuk mengetahui negara sebagai objek formil maupun sebagai objek materi. Yang juga menjadi objek kajian dalam Ilmu Hukum. Buku ini juga bisa dijadikan pegangan utuk mengenal hukum tata negara, ilmu administrasi negara, serta ilmu ilmu sosial yang membahas tentang kenegaraaan         Sangat cocok buat mahasiswa, akademisi, serta praktisi y...

PAPER IDEOLOGI PERSMA

IDEOLOGI PERSMA DENGAN SEMBOYAN JURNALISME KERAKYATAN                 Pergerakan mahasiswa dibangun oleh paradigma keadilan, kesejahtraan, serta semangat menjaga nilai kebenaran. Ideologi didasari dengan keyakinan, tanggung jawab, serta keterlibatan secara praktis. Dengan landasan ini semangat perubahan dan kesadaran sosial untuk membangun masyarakat.             Hubungan antara ideologi dengan keyakinan sebagai suatu yang menadi asas dalam menata aturan. Keteraturan itu harus didukung sebagai dasar dan patokan dalam menilai sesuatu, keteraturan ini yang menjadi suatu ketetapan dalam menganalisis perubahan sosial. Dalam perubahan sosial terjadi suatu keadaan yang bukan lagi menjadi keadaan dari sesuatu, keyakinan berideologi harus menentang suatu perubahan sosial, kita harus yakin dalam keadaan yang benar. Tolak ukur dari keberpihakan dalam keadaan tert...